“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka “ (QS. Ar Ra’d: 11).
Bila dibandingkan dengan sejumlah negeri lain, negeri kita dianugerahkan sumber alam yang jauh lebih banyak. Tanahnya subur. Cuacanya baik sepanjang tahun. Berbagai macam tanaman dan binatang mudah hidup. Sedangkan sejumlah negeri lain tanahnya banyak tidak subur, bersalju hingga beberapa bulan yang menyebabkan matinya banyak tanaman dan meranggasnya pepohonan, serta menimbulkan kesulitan untuk mencari nafkah. Tapi mengapa rakyat di negeri kita banyak yang menderita bagaikan ayam yang lapar di lumbung padi?
Pengalaman hidup menderita seperti ini sepatutnya menantang pikiran kita untuk berpikir kembali tentang pola hidup selama ini. Jangan-jangan pola hidup sebahagian kita selama ini sifatnya pasif atau menunggu, meskipun pada saat yang sama berjuta rahmat Allah tersebar di setiap jengkal bumi tempat berpijak. Tanah yang gembur enggan diolah, sedangkan di sisi lain pola hidup cenderung mengikuti langkah setan: boros. Waktu yang ada untuk melakukan perbaikan, banyak yang terbuang percuma.
Padahal termasuk tanda orang yang bersyukur ialah bila memanfaatkan segala pemberian Allah pada tempatnya. Dengan demikian, membiarkan waktu tak terpakai untuk tujuan kebaikan dan membiarkan segala sumber alam tak terolah, juga pertanda orang yang enggan mensyukuri nikmat.
Dalam keadaan demikian, mengharapkan perubahan suatu hal yang mustahil. Hidup ini tak akan berubah, kalau tak berusaha merubahnya sendiri. Itu janji Allah. Apalagi Allah sudah menyediakan bahan mentah berupa sumber daya alam, mengaruniai akal untuk berpikir, dan memberi kesempatan untuk berbuat. Dipakai atau tidak, semua itu harus dipertanggungjawaban kelak, terutama waktu dan pikiran kemana dimanfaatkan.
Bila dibandingkan dengan sejumlah negeri lain, negeri kita dianugerahkan sumber alam yang jauh lebih banyak. Tanahnya subur. Cuacanya baik sepanjang tahun. Berbagai macam tanaman dan binatang mudah hidup. Sedangkan sejumlah negeri lain tanahnya banyak tidak subur, bersalju hingga beberapa bulan yang menyebabkan matinya banyak tanaman dan meranggasnya pepohonan, serta menimbulkan kesulitan untuk mencari nafkah. Tapi mengapa rakyat di negeri kita banyak yang menderita bagaikan ayam yang lapar di lumbung padi?
Pengalaman hidup menderita seperti ini sepatutnya menantang pikiran kita untuk berpikir kembali tentang pola hidup selama ini. Jangan-jangan pola hidup sebahagian kita selama ini sifatnya pasif atau menunggu, meskipun pada saat yang sama berjuta rahmat Allah tersebar di setiap jengkal bumi tempat berpijak. Tanah yang gembur enggan diolah, sedangkan di sisi lain pola hidup cenderung mengikuti langkah setan: boros. Waktu yang ada untuk melakukan perbaikan, banyak yang terbuang percuma.
Padahal termasuk tanda orang yang bersyukur ialah bila memanfaatkan segala pemberian Allah pada tempatnya. Dengan demikian, membiarkan waktu tak terpakai untuk tujuan kebaikan dan membiarkan segala sumber alam tak terolah, juga pertanda orang yang enggan mensyukuri nikmat.
Dalam keadaan demikian, mengharapkan perubahan suatu hal yang mustahil. Hidup ini tak akan berubah, kalau tak berusaha merubahnya sendiri. Itu janji Allah. Apalagi Allah sudah menyediakan bahan mentah berupa sumber daya alam, mengaruniai akal untuk berpikir, dan memberi kesempatan untuk berbuat. Dipakai atau tidak, semua itu harus dipertanggungjawaban kelak, terutama waktu dan pikiran kemana dimanfaatkan.
0 comments:
Post a Comment